Tenaga dalam atau Krachtologi
(berasal dari perkataan KRACHTOS yang berarti tenaga dan LOGOS
yang berarti ilmu). Pada 4000 SM, Krachtologi sudah dikenal
oleh orang-orang Mesir Kuno. Dalam sebuah buku Papyrus "Yedimesish
Ontologia" yang sudah disalin dalam bahasa Gri Kuno, menceritakan, bila
otot bahu digerakkan akan mengeluarkan tenaga aneh sehingga dapat merobohkan
orang yang sedang marah (diktat Ameta, Krachtologi
Menurut kalangan pendekar sepuh di wilayah Jawa Barat, sebelum memperkenalkan “jurus tenaga dalam“ Nampon banyak belajar ilmu dari pendekar yang lebih senior. Ia pernah berguru pada Abah Khoir pencipta silat Cimande, dan pendekar-pendekar asal Batavia di antaranya Bang Madi, Bang Kari, Bang Ma’ruf juga H Qosim pendekar yang diasingkan kerajaan Pagar Ruyung, Padang karena mengajarkan silat di luar kerajaan.
Aliran bercorak Nampon menyebar ke Jawa Tengah melalui perguruan Ragajati, JSP (jurus seni penyadar) dan beberapa aliran tanpa nama.
Kini ketika perguruan tenaga dalam menjamur hampir di seluruh kota dengan bendera yang berbeda-beda (walau corak jurus dan oleh napas serupa), kemudian muncul pertanyaan, dari mana asalnya ilmu tenaga dalam dan siapa tokoh yang pertama kali menciptakannya?
Silat Bandarkarima
Dari Mesir, Krachtologi
berkembang ke Babylon, Yunani, Romawi dan Persia. Di Persia
tenaga semacam ini dinamakan Dacht. Dalam Dahtayana disebutkan bahwa
pada suku Bukht dan Persia,
terkenal ilmu perang dinamakan DAHTUZ ialah merobohkan musuh dari jarak jauh.
Kaum bangsawan Persia
dilatih sejenis senam waktu dinihari sehingga mereka mempunyai tenaga Daht itu.
(Kracht 23). Dikatakannya pula bahwa orang-orang Badwi mempunyai Daht pada
matanya, bila musuh akan menyerangnya, tiba-tiba musuh itu roboh. Mengapa
orang-orang Badwi banyak mempunyai kekuatan mata seperti itu ? Hal ini
disebabkan orang-orang Badwi dengan tanpa disadari melatih matanya dengan
melihat jauh, memandang padang
pasir yang luas membentang itu.
Orang-orang Cina,
Tartar, Patan,
Moghul, mengenal beberapa silat yang dapat merobohkan orang dari jauh.
Tersebutlah seorang bangsawan bernama Je'nan dari Suku Tayli yang pandai ilmu
Syara dan terkenal sebagai ahund (ustadz atau guru) muda. Je'nan menghimpun
ilmu-ilmu beladiri itu dan ia pun berguru pada pendekar Namsuit serta
orang-orang Wigu. Bersama para pendekar Muslim lain yang memiliki keahlian ilmu
Gulat Mogul, Tatar, Saldsyuk, Silat Kitan, Tayli, mereka pun membentuk sebuah
aliran bernama Shurul Khan (siasat para raja/bangsawan).Silat Moghul yang
terkenal di antaranya SHURULKHAN yang artinya siasat/taktik untuk raja-raja,
berbentuk silat dua belas jurus dari Taymour Lateph Baber (1460-1520).
Yang
boleh belajar silat itu hanya kepala-kepala suku dari orang Moghul Islam.
Bukbisj Ismeth Bey murid Lateph Baber dapat memukul dengan toya sejauh satu
mil. Bukbisj belajar Shurulkhan dari Baber selama 20 tahun. Dengan pisau
jarinya ia dapat mengeluarkan usus lawan dari jarak satu tombak. Kawannya melihat
ia belajar jurus sejak dini hari sampai matahari naik, dengan diselingi salat
shubuh. Taymour dan Bukbisj terkenal orang-orang yang fanatik madzhab Hambali
dan sangat anti kepada orang sufi dan tan (Kracht 24).
Di Cina terkenal beberapa macam silat yang mempergunakan Kracht, di
antaranya Gin Kang (ilmu meringankan tubuh) yang dapat dipergunakan
melompat jauh, loncat tinggi dan berjalan diatas air. Kwie Kang dan Wie Kang
hampir bersamaan, perbedaanya hanya pada jurus pertama. Kwie Kang dengan jurus
tinju dan Wie Kang dengan jurus terbuka.
Masuknya pengaruh Cina ke Indonesia
Wie Kang yang disebut jurus sepuluh, tersebar sampai Vietnam, Campa, Malaya, dan Indonesia.
Tumbuhlah menjadi beberapa aliran, di antaranya silat Mandar dari Sulawesi, silat
Timpung dari Jawa Timur dan silat Nampon dari Jawa Barat,
dan sebagainya.
Shurulkhan pun masuk ke Indonesia
dan pembawanya ialah orang-orang Cina Islam. Di antaranya orang Indonesia
pertama yang belajar Shurulkhan ialah Tuanku Rao. Orang-orang Cina
Islam menamakan silat itu Tou Yu Kang. 1
Penyebaran ilmu tenaga dalam di Indonesia
Generasi Awal
Pada awalnya tenaga dalam hanya dipelajari secara terbatas di berbagai
perguruan silat. Para pendekar silat yang
tercatat sebagai guru bagi para pendiri perguruan silat tenaga dalam generasi
berikutnya antara lain:
- Abah Khoir, yang mendirikan silat Cimande, Cianjur
- Bang Madi, dari Batavia
- Bang Kari, dari Batavia
- Bang Ma'ruf, dari Batavia
- Haji Qosim, dikenal juga dengan nama Syahbandar atau Subandari, dari kerajaan Pagar Ruyung
- Haji Odo, seorang kiai dari pesantren di Cikampek
Perlu menjadi catatan bahwa pada masa Bang Madi, Bang Kari ini belum dikenal
teknik pukulan tenaga dalam atau pukulan jarak jauh. Silat yang diajarkan oleh
Madi, Kari dan Syahbandar lebih bersifat fisik.
Baik Madi, Kari dan Syahbandar dikenal sebagai pendekar silat (fisik) pada
masanya. H. Qosim yang kemudian dikenal sebagai Syahbandar atau Mama’ Subadar
karena tinggal dan disegani masyarakat desa Subadar di wilayah Cianjur.
Sedangkan Madi dikenal sebagai penjual dan penjinak kuda binal yang diimpor
asal Eropa.
Dalam dunia persilatan Madi dikenal pakar dalam mematah siku lawan dengan
jurus gilesnya, sedangkan Kari dikenal sebagai pendekar asli Benteng Tangerang
yang juga menguasai jurus-jurus kung fu dan ahli dalam teknik jatuhan.
Pada era Syahbandar, Kari dan Madi banyak pendekar dari berbagai aliran
berkumpul di Batavia.
Batavia seakan menjadi pusat barter ilmu bela diri dari berbagai aliran, mulai
dari silat Padang, silat Betawi kombinasi kung fu ala Bang Kari, juga aliran
Cimande yang dibawa oleh Khoir.
Penyebaran ilmu tenaga dalam secara terbuka
Perkembangan sejarah tenaga dalam dan penyebarannya secara terbuka di pulau
Jawa diwarnai oleh beberapa tokoh penting, yaitu
- H. Muhammad Toha, mendirikan Sin Lam Ba di Jakarta, 1896
- S. Andadinata, mendirikan Margaluyu di daerah Rancaekek, Bandung, 1922
- Nampon, mendirikan Pencak Nampon Trirasa di Bandung, 1932.
- H. Abdul Rosyid, mendirikan Budi Suci di Bogor pada tahuan 1930-an
- Abah Zaki ( Haji Abdul Syukur ) pendiri Al-Hikmah, Jakarta
Tenaga dalam kemudian merambah ke wilayah timur (Jawa Tengah dan Jawa
Timur)setelah KH Muhaiminan dari Pesantren Bambu Runcing Parakan, Temanggung
berguru kepada Abah Zaki, juga murid H Abdul Rosyid bernama Sidik asal Indramayu
yang mengajarkan tenaga dalam Budi Suci di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Pengembangan Al-Hikmah melalui jalur pesantren, sedangkan Budi Suci lebih
bercorak Jawa - Islam. Pengembangan Budi Suci tidak terlepas dari jasa Qosim
dan Zainal Abidin putra Sidik dan beberapa murid Sidik, di antara Bang Ali
Semarang dan murid-muridnya di Sirahan, Cluwak, Pati.
Pendirian Paguyuban Pencak Nampon Trirasa Bandung
Pada akhir abad ke-19 Pencak Silat Nampon telah
dipelajari secara terbatas tetapi baru dikenal luas pada tahun 1932 ketika Nampon
melakukan aktivitas nyleneh di depan stasiun Padalarang. Saking girangnya
menyambut kelahiran anak pertamanya, Nampon diluar kesadarannya
berteriak-teriak seperti orang gila. Karena dianggap gila, Nampon hendak
diringkus beramai-ramai. Namun dari sekian orang yang akan menjamah tubuhnya
jatuh terpelating.
Pada tahun 1920, Tjoa Nam Fu, China
peranakan Semarang mengajarkan silat Kaifeng pembangkit manit
krach, seorang muridnya bernama Mahmud dari Sarikat Islam. Kelak Mahmud setelah
mendapatkan jurus-jurus Kaifeng
bergelar Nampon (dari kata Namfu)
Nampon lahir di Ciamis pada tahun 1888 dan wafat tahun 1962. Semula adalah pegawai di jawatan
kereta api di zaman Belanda. Ia dipecat dan berulang kali masuk bui karena
sikapnya yang anti penjajah Belanda. Di antara murid Nampon yang berjasa ikut
mengembangkan tenaga dalam adalah Setia Muchlis dan KM Tamim yang kemudian
mendirikan perguruan TRI RASA yang banyak diikuti kalangan Mahasiswa di
Bandung, di antaranya murid itu adalah Bung Karno dan M Natsir.
Menurut kalangan pendekar sepuh di wilayah Jawa Barat, sebelum memperkenalkan “jurus tenaga dalam“ Nampon banyak belajar ilmu dari pendekar yang lebih senior. Ia pernah berguru pada Abah Khoir pencipta silat Cimande, dan pendekar-pendekar asal Batavia di antaranya Bang Madi, Bang Kari, Bang Ma’ruf juga H Qosim pendekar yang diasingkan kerajaan Pagar Ruyung, Padang karena mengajarkan silat di luar kerajaan.
Aliran bercorak Nampon menyebar ke Jawa Tengah melalui perguruan Ragajati, JSP (jurus seni penyadar) dan beberapa aliran tanpa nama.
Kini ketika perguruan tenaga dalam menjamur hampir di seluruh kota dengan bendera yang berbeda-beda (walau corak jurus dan oleh napas serupa), kemudian muncul pertanyaan, dari mana asalnya ilmu tenaga dalam dan siapa tokoh yang pertama kali menciptakannya?
Pendirian Margaluyu
Artikel utama untuk bagian ini
adalah: Margaluyu
Aliran yang didirikan Abah Andadinata pada awalnya bernama Marga Rahayu namun
kemudian diubah menjadi Margaluyu dan mulai dikenalkan pada pada khalayak pada
tahun 1932, tetapi pada tahun 1922 aliran itu sudah diperkenalkan dalam lingkup
yang terbatas.
Margaluyu justru berkembang pesat di wilayah Yogyakarta,
dan banyak guru yang belajar dari aliran ini kemudian mendirikan perguruan
dengan nama baru.
Anandinata memiliki beberapa murid, di antaranya Dan Suwaryana, dosen ASRI
yang juga wartawan di Yogyakarta. Dari Dan
Suwaryana ini kemudian “pecah” (berkembang) lebih dari 17 perguruan tenaga
dalam besar yang kini bermarkas di kota gudeg, Yogyakarta, di antaranya Prana
Sakti yang dikembangkan Drs. H. Asfanudin Panjaitan, alumnus Fisipol UGM,
Jurusan Publisistik.
Menurut berbagai pihak yang dapat dipercaya, perguruan-perguruan yang terinspirasi
oleh Prana Sakti di antaranya :
- Prana Shakti Jayakarta
- Prana Sari Padang
- Satria Nusantara
- Pendawa Padma
- Radiasi Tenaga Dalam
- Kalimasada
- Bunga Islam
- Al-Barokah
- Indonesia Perkasa
- Sinar Putih
- Al-Barokah
- Al-Ikhlas
- dll.
Konon, keilmuan yang ada pada Margaluyu itu sendiri memiliki silsilah dari
para Wali di tanah Jawa, yang apabila diruntut yaitu dari Syekh Datul Kahfi –
Prabu Kian Santang / P.Cakrabuana (Setelah masuk Islam dikenal sebagai Sunan
Rahmad Suci Godong Garut) kemudian ke : Sunan Gunung Jati dan dari beliau
turun ke Anandinata.
Hingga kini sejarah tenaga dalam masih misteri, siapa tokoh yang pertama
kali menciptakannya. Para pinesepuh juga tidak
memiliki referensi yang kuat berkaitan dengan sejarah perguruan dan
pencetusnya.
Budi Suci
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Budi Suci
Perguruan Budi Suci didirikan oleh Haji Abdul Rosyid. Aliran ini banyak
menyebar ke Jawa dan Sumatra. Sidik, murid
dari H Abdul Rosyid, pada tahun 1985 mengatakan bahwa jurus tenaga dalam Budi
Suci diwarnai keilmuan Abah Khoir dan Nampon. Begitu halnya dengan aliran yang
banyak berkembang di Jawa Tengah, seperti Ragajati di Banyumas, JSP (Jurus Seni
Penyadar) di Tegal dan beberapa aliran di Semarang.
Di pulau Jawa, Budi Suci berkembang di wilayah pantai utara ke arah timur
mulai dari Jakarta, Bekasi, Karawang, Cikampek, Kuningan, Indramayu dan Cirebon,
Semarang, Rembang dan tahun 1983 di Sirahan, Cluwak, Pati Utara.
Dari kalangan Budi Suci atau perguruan yang mengambil sumber dari aliran
yang didirikan H Abdul Rosyid ini setidaknya ada 3 nama tokoh yang
disebut-sebut dalam “ritual” yaitu Madi, Kari dan Syahbandar.
Dari aliran Budi Suci yang keilmuannya konon bersumber dari Khoir dan
Nampon, juga tidak berani mengklaim bahwa tenaga dalam itu bersumber (hanya)
dari Nampon seorang. Begitu halnya kalangan yang mengambil sumber dari
Margaluyu.
Kalangan Budi Suci, menganalisa bahwa Namponlah yang patut dianggap sebagai
pencipta, karena dalam ritual (wirid), nama-nama yang disebut adalah Madi, Kari
dan Syahbandar (Syeh Subandari), sedangkan nama Nampon tidak disebut-sebut. Ini
menunjukkan bahwa inspirasi ilmu berasal dari tokoh sebelum Nampon, walau
nampon yang kemudian merangkum dan menyempurnakannya. Namun kesimpulan itu
diragukan mengingat pada masa pendekar Madi, Kari, Sahbandar ini tenaga dalam
belum dikenal.
Terbukti, dalam suatu peristiwa saat Madi diserang kuda binal juga
mematahkan kaki kuda dengan tangkisan tangannya, dan Khoir guru dari Nampon
saat bertarung dengan pendekar Kung Fu, juga menggunakan selendang untuk
mengikat lawannya pada pohon pinang. Artinya, jika tenaga dalam itu sudah ada, dan
mereka-mereka itu adalah pakarnya, kenapa musti pakai selendang segala? Kenapa
tidak pakai “jurus kunci” agar pendekar Kung Fu itu tidak bisa bergerak.
Justru pemanfaatan tenaga dalam itu baru tercatat pada era Nampon tahun
1930-an. Kasus “histeris” saat menyambut kelahiran anaknya di depan stasiun
Padalarang, dan pertarungan Nampon dengan Jawara Banten juga saat melayani
tantangan KM Thamim yang (setelah kalah) lalu berguru kepadanya.
Silat Bandarkarima
Bandarkarima adalah kependekan dari Syahbandar, Kari dan Madi. Yosis
Siswoyo, Guru Besar aliran Bandarkarima Bandung saat dikonfirmasi, mensinyalir
bahwa kemunculan tenaga dalam di wilayah Jawa Barat secara terbuka memang
terjadi pada masa Nampon sepulang dari penjara Digul.
Namun demikian Yosis tidak berani memastikan pencipta jurus tenaga dalam itu
Nampon seorang, mengingat pada masa yang hampir bersamaan, di Batavia/Jakarta
juga muncul aliran Sin Lam Ba dan Al-Hikmah, bahkan pada tahun yang hampir
bersamaan, di daerah Ranca Engkek Bandung Andadinata memunculkan ilmu tenaga
dalam yang diklaim asli hasil pemikirannya sendiri.
Yosis Siswoyo (63) dari Silat Bandarkarima termasuk kalangan pendekar
generasi tua di Bandung
juga mengakui dari kalangan perguruan pencak silat dan tenaga dalam memang
kurang mentradisikan dalam pelestarian sejarah perguruannya.
Walau Yosis menyebut Nampon dan Andadinata sebagai tokoh yang banyak berjasa
mengenalkan tenaga dalam di wilayah Jawa Barat, namun kemunculan Sin Lam Ba dan
Al-Hikmah di Batavia pada kurun waktu yang hampir bersamaan, (bahkan disinyalir
lebih dulu) juga perlu dipertimbangkan bagi yang ingin melacak sejarah.
Tenaga dalam di Pantura Jawa
Perkembangan tenaga dalam di wilayah eks Karisedenan Pati tak lepas dari
peran Perguruan Satya dibawah asuhan alm. Soeharto – Semarang.
Satya berkembang di wilayah Pati awalnya dibawa oleh murid Soeharto bernama
Subiyanto asal Jepara. Namun Subiyanto kemudian membuat perguruan Mustika.
Walau perguruan ini hanya muncul sesaat kemudian tidak terdengar lagi.
Pada akhir tahun 70-an Satya masuk wilayah Pati dengan corak yang saat itu
dianggap tabu karena berlatih pada tempat terbuka pada siang hari. Ini berbeda
dengan aliran lain yang memilih berlatih secara sembunyi-sembunyi.
Satya lebih mudah diterima masyarakat karena sifatnya yang terbuka, lebih
njawani dan tidak bernaung dibawah partai politik tertentu bahkan menerima
anggota dari semua agama, walau dalam ritualnya Satya tidak jauh beda dengan
aliran Budi Suci yang dikembangkan oleh Bang Ali yang saat itu juga banyak
berkembang di Jawa Tengah.
Kesamaan Satya dengan Budi Suci disebabkan alm. Soeharto mengenal jurus
tenaga dalam itu berasal dari Yusuf di Tanjung Pinang,
dan Yusuf adalah murid dari alm. Sidik, salah satu dari murid H Abdul Rosyid
sang pendiri aliran Budi Suci.
Dalam lingkup pergruannya, Soeharto hampir tidak pernah menyebut-nyebut nama
Yusuf sebagai sang guru. Ini disebabkan adanya hal yang sangat pribadi
berkaitan dengan sang guru yang WNI keturunan itu. Justru Soeharto lebih sering
menyebut nama Sidik, walau pertemuan keduanya itu baru berlangsung diawal tahun
80-an.
Ketika Masruri, putra H. Ali Ridlo dan pengurus Satya Sirahan, Cluwak
berhasil menemukan Sidik di Cilincing, Jakarta Utara, lalu diboyong untuk
meneruskan pembinaan dari anggota Satya yang saat itu sudah pasif dari berbagai
kegiatan perguruan. Masruri belakangan dikenal sebagai pengasuh rubrik
"Liku-Liku Tenaga Dalam" di harian Suara Merdeka - Semarang (tahun 1993 - 1996) juga penulis
buku-buku tentang tenaga dalam dan metafisika.
Kehadiran Sidik yang statusnya adalah Guru Besar Budi Suci ke Sirahan ibarat
meneruskan pelajaran lanjutan yang tidak terdapat pada kurikulum Satya di bawah
Soeharto. Selain pembaharuan dalam jurus dasar juga meneruskan pada materi
Jodoh Jurus dan Kembang Jurus ciptaan oleh Abah Khoir sang pendiri Cimande dan
sebagian sudah digubah oleh H Abdul Rosyid yang di perguruan Satya jurus itu
tidak dikenal.
Perguruan Satya Sirahan yang dipimpin H Ali Ridlo dan putranya, Masruri yang
keilmuannya sudah diwarnai Budi Suci ala Sidik yang kemudian mengembangkan
perguruan tenaga dalam di antaranya, HM Sadari di Kelet, Keling, Jepara, Ustad
M Masrur di Cepogo, Bangsri, Jepara, Suhirlan di Ngaringan Purwodadi dan
Sudono, adik kandung H Ali Ridlo yang berdomisili di Rimbo Bujang, Bungo Tebo,
Jambi.
Sumber
- Saksi hidup
- Dokumen pendirian Margaluyu Pusat
- Situs Silat Indonesia
- Situs Sahabat Silat Indonesia
- Situs Margaluyu Pusat
- Situs Padepokan Paguron TRIRASA Bandung
- Situs Nampon
Disarikan dari :
mantabbb bro.....
BalasHapus